Diposting oleh Unknown , Minggu, 08 April 2018 21.15
Struktur Cagar Budaya Puatta Punri Mojong
RIWAYAT
KEPEMILIKAN :
Deskripsi
: Makam Puatta Punri Mojong
berbentuk persegi empat dengan ukuran nisan yaitu panjang 120 cm, lebar 60 cm,
tinggi 40 cm, luas situs kurang lebih 24 m2 . Makam tua tersebut
memiliki tiga buah batu nisan yaitu satu batu nisan sebuah batu kali ini masih
batu nisan asli dan dua batu nisan baru berbentuk gada. Di samping makam
tersebut terdapat lima makam yang antara lain adalah istri serta anak beliau.
Bentuk batu nisan Puatta Punri Mojong yang aslinya mewakili masa gaya pra islam
Orientasi makam menghadap utara selatan.
Makam tersebuat dari bahan dasar batu
kali, andesit dan cadas, struktur makam tersebut terletak di desa mojong dengan
titik koordinat S 03, 53 838", E 120, 00, 515 ", berada diketinggian
41 mpdl. Kondisi makam dalam kondisi baik dan warna dasar makam tersebut adalah
hitam, abu-abu dan putih perak.
Latar
Sejarah : Puatta Punri Mojong adalah nama gelar yang dinamai oleh masyarakat di
Mojong dan sekitarnya, menurut cerita dari ahli waris keturunan tokoh tersebut
yang bernama Wa Onding,nama asli dari Puatta punri Mojong adalah "La
Paninni" dan konon kabarnya, percaya atau tidak Puatta punri Mojong
berasal dari " Turi Salo " atau dalam bahasa Indonesia adalah Buaya
jadi-jadian yang berubah menjadi manusia kemudian dikultuskan sebagai manusia
yang luar biasa dan istimewa dari manusia biasa. Turi Salo tersebut awalnya
dari Danau Sidenreng sebagai penghuni dunia air dan kemudian pindah ke dunia
darat di alam dunia manusia, begitulah mitos yang berkembang didalam
masyarakat.
Semasa hidupnya La Paninni dianggap sankral
dan suci karena beliau dapat menguasai 2 dunia yaitu dunia air dan dunia darat oleh
masyarakat yang berdiam diwilayah tersebut, kejadian ini diperkirakan sekitar
lima ratus tahun yang lalu atau memasuki abad ke-16 M karena belum ada sumber
yang jelas yang menjelaskan tokoh tersebut. Beliau semasa hidupnya diangkat
sebagai pemimpin, pemangku adat sekaligus tokoh siritual atau kepercayaan yang
berkembang pada masa itu. Beliau juga di anggap sebagai penghuni pertama di
daerah Mojong, ini juga dapat dikatakan sebagai sebuah legenda disekitar danau
Sidenreng.
Setiap tahunnya di tempat tersebut
para Pa' galung ( petani ) dan Pakkaja ( Nelayan ) yang bermukim ditempat itu sebelum turun sawah
dan menangkap ikan di danau Sidenreng terlebih dahulu mengadakan rapat tudang
sipulung di makam tersebut yang sudah menjadi tradisi masyarakat dan setiap
tahunnya juga diadakan acara "Accera Tappareng", yaitu tradisi
syukuran pada danau Sidenreng akan hasil bumi dan air secara adat. Pendataan
ini dilaksanakan pada tanggal 14 februari 2017.